October 30, 2008

Guruku Sayang, Guruku Mengenaskan

Tags

Dalam perjalanan pulang dari bandara Juanda ke Malang, ada seorang penumpang lagi selain rekanku. Dia duduk di depan, sedang aku dan rekanku di bangku tengah. Aku mencoba untuk memejamkan mata, melepas lelah setelah menempuh perjalanan dari pedalaman Kalimantan.

Iseng temanku menyapa penumpang itu. Dari obrolan basa-basi itu, kami tahu dia adalah salah satu tokoh dari Universitas Negeri Malang yang sedang bertugas di Jakarta. Obrolan iseng itu terus berkepanjangan, dari masalah delay pesawat, politik, BBM, Sistem Pendidikan dan semua kesengsaraan negeri ini.
Temanku mencoba mencari informasi tentang Sertifikasi Guru

yang baru tadi siang dibacanya di Kompas. Benar saja dugaanku, dia jadi bersemangat menceritakan kehidupan dunianya.

Dia mengaku ikut andil dalam merumuskan peraturan sertifikasi guru. Dari 3 pengukuran yang diajukan, yaitu Portofolio, Tes kecakapan, dan Visitasi. Ternyata oleh dewan kita yang terhormat hanya disetujui 1 saja, yaitu Portofolio.
Portofolio adalah pengukuran berdasarkan pengalaman seminar, penataran atau penilitian yang dibuktikan dengan Sertifikat. Tes Kecakapan adalah tes tertulis, praktek dan interview langsung pada peserta untuk menguji tingkat kemampuan dan bakatnya dalam pembelajaran. Sedangkan Visitasi adalah observasi langsung oleh tim penguji ke tempat peserta saat melakukan kegiatan belajar mengajar.
Alasan hanya 1 pengukuran dalam Sertifikasi Guru karena keterbatasan biaya. Untuk melakukan Tes kecakapan dan Visitasi diperlukan biaya yang tinggi. Padahal, jika seorang guru mempunyai Sertifikasi Guru, gajinya akan naik 2x lipat.
Apa yang terjadi akibat keputusan tergesa-gesa ini? Banyak guru yang menginginkan lulus uji sertifikasi ini mencoba cara yang tidak layak untuk di gugu dan ditiru. Mereka memalsukan sertifikat penataran, seminar atau penelitian milik orang lain. Dan banyak diantara mereka yang lolos, karena syaratnya hanya fotokopinya doang.
Dari 3 standar yang harus dipenuhi, hanya 1 saja yang disetujui. Apakah 1 standar itu bisa memenuhi mutu profesionalisme guru? Tentu tidak. Tidak ada tawar menawar dalam standarisasi. Namanya standar, ya harus dipenuhi semuanya. Biaya untuk mencapai standar yang ideal memang tidak murah. Tetapi itu adalah konsekuensi dari profesionalitas.

Jika uji standarisasi ini terpenuhi semua, pasti hanya sedikit saja guru yang bisa memenuhi kualifikasi. Guru yang profesional akan membawa peserta didik pada pendidikan yang sesungguhnya, pendidikan yang membebaskan. Dan guru yang profesional berhak mendapat 2x gaji.

Tidak hanya Kaset dan CD saja ada bajakannya, ijazah dan sertifikat juga banyak yang bajakan. Artinya, Guru juga banyak yang bajakan. Jadi, tidak salah jika pembajakan di bumi Indonesia ini tumbuh subur. Aku jadi ingat joke madura “ bayar murah kok minta selamat”.

Aku hanya tersenyum mendengarkan obrolan itu, hingga akhirnya temanku membangunkanku dari keterlelapan.

Artikel Terkait