May 28, 2011

Awas Serangan Gengsi dan Konsumtif !

Tags
"Mas, Nomer PIN BB-nya berapa?"
Sebuah pertanyaan singkat yang cukup menggugah rasa gengsi seseorang. Entah berapa kali teman atau rekanan menanyakan PIN BB kepada saya? Karena saya memang gak punya BB maka saya jawab gak punya PIN, kalaupun punya BB tapi gak pake PIN-PINan.. cukup mandi sehari 2x, BB saya hilang.. hehehehe. Dan sayapun takkan pernah menyesal kehilangan BB saya.

"Masak sih, hari gini gak punya BB? Aku lihat status FBmu menggunakan BB?" 
Respon pada kalimat pertama menunjukkan keterkejutan mereka karena saya tidak punya BB yang mereka maksud, dan ingin menunjukkan bahwa dirinya telah memiliki BB serta sudah mengikuti TREN. Respon kalimat kedua, menunjukkan keterkejutan mereka karena saya juga bisa meng"update" status FB dari BlackBerry tanpa memiliki BB. ( Masalah update status FB menggunakan Blackberry pernah saya bahas disini.)

Saya yakin seyakin-yakinnya, lebih tepatnya Haqqul Yakin.. 98% pemilik BlackBerry di Indonesia hanya menggunakan smartphone tersebut untuk BBM-an, Update Status FB, atau Upload foto di jejaring sosial sebagai sarana eksistensi kenarsisannya. Selebihnya, hanya buat main game, dengerin musik, nonton film, atau browsing.

Lalu, apa bedanya Blackberry dengan smartphone lainnya?

Ya cuma BBM (Blackberry Messenger) doang.....! tak lebih dan tak kurang sedikitpun. Setepat empat kali empat, enambelas.

Sekali lagi saya haqqul yakin, pengguna BBM juga menggunakan sarana messenger yang lain semacam Yahoo Messenger, Facebook Chat, G-Talk, dll. Jadi kesimpulannya, punya atau tidak punya BB, tetap bisa berkomunikasi dengan cara chat melalui messenger yang lainnya.

Smartphone diciptakan untuk membantu pemiliknya melakukan aktivitas produktif melalui sebuah alat/gadget komunikasi telepon genggam. Aktivitas produktif yang dimaksud seperti ; mengingat jadwal kegiatan bagi anda yang pelupa (termasuk saya), membuka file dokumen kerjaan, mencatat ide-ide kreatif, atau mengecek email masuk. Dan kegiatan-kegiatan produktif saya (termasuk menulis blog ini) bisa saya lakukan dengan leluasa dan nyaman menggunakan komputer. Mobilitas dan aktivitas saya masih bisa terpenuhi dengan peralatan yang saya miliki tersebut. Itulah sebabnya kenapa sampai sekarang saya merasa belum membutuhkan smartphone semacam Blackberry, Iphone, Android, atau sejenisnya. 

Untuk kebutuhan mobile, saya cukup puas dengan hape buatan china yang saya miliki sekarang karena sudah sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Sebuah hape dengan 3 kartu, 2 kartu GSM dan 1 kartu CDMA. Praktis, bukan?   Kalau hanya untuk mengikuti tren sudah lebih dari cukup. Mau chatting, bisa pake Nimbuzz atau Ebuddy. Mau update status FB, bisa menggunakan Opera Mini atau Snaptu. Mau buka email/push email bisa menggunakan Emoze. Mau maen game, bisa. Mau buka email/push email, bisa Apalagi hanya untuk memutar file MP3 atau mendengarkan radio, bisa banget. Mau buka file/dokumen Office atau PDF, membuat jadwal, membuat catatan,  juga bisa. Bahkan hape saya bisa digunakan sebagai modem, webcam, mouse, atau flashdisk. Kurang apa coba????

Saya menulis catatan ini bukan ingin menunjukkan kemampuan saya dalam mengeksplorasi hape china, atau mencari pembenaran atas ketidakmampuan saya membeli smartphone semacam Blackberry. Tetapi, maksud saya adalah untuk mengajak pembaca agar lebih bijak dalam memilih gadget sesuai dengan kebutuhan. Jangan mudah terpengaruh dengan iklan atau bahkan karena alasan mengikuti tren/gengsi. Jika smartphone yang anda miliki hanya digunakan untuk telpon dan sms doang, maka anda termasuk korban gengsi dan konsumtif. Btw, saya ingin Android. hehehehe...


Bagikan/Simpan/Bookmarks

May 4, 2011

Kalau belum makan nasi = Belum Makan

Apakah anda sudah makan?

Saya belum, dan masih berkutat di depan pc. Sambil nulis, tadi saya sudah menghabiskan 2 (dua) potong pisang goreng, roti tawar seiris, sebungkus kacang, dan secangkir kopi. Tapi saya masih belum makan.

Saya dan kebanyakan masyarakat Indonesia pasti akan sependapat bahwa yang disebut makan adalah makan nasi. Meskipun sudah menghabiskan berbagai jenis makanan (yang bukan nasi) maka belum disebut makan. Inilah kebiasaan paling Indonesia.

Beras, telah menjadi pangan pokok bagi hampir semua penduduk Indonesia yang populasinya mendekati 240 juta jiwa, dengan konsumsi per kapita yang tertinggi di dunia saat ini. Lebih dari empat dekade , sejak awal rezim Orde Baru pada tahun 1969, Indonesia secara konsisten telah mengejar swasembada beras. Hingga saat ini, belum ada petunjuk bahwa pemerintah akan meninggalkan swasembada beras.

Kebiasaan sejak bayi hingga dewasa dalam hal makanan, akan berdampak pada persepsi kita tentang makan. Pada bayi yang baru lahir, umumnya masyarakat di pelosok pedesaan sudah menyuapi bayinya dengan bubur nasi yang dicampur pisang (selain ASI tentunya). Semakin besar sang bayi, komposisi pisang dan bubur akan semakin berkurang. Hingga akhirnya hanya bubur beras yang disuapkannya. Inilah pendidikan pertama kita tentang makanan.

Menurut ilmu kesehatan, agar tubuh sehat kita harus makan makanan 4 sehat 5 sempurna. Setiap kita tentu pernah mendengar slogan tersebut. Mulai anak TK hingga orangtua kita yang telah lanjut usia. Slogan ini telah mendarah daging hampir di seluruh pelosok di Indonesia karena selalu diajarkan di setiap sekolah.

Slogan ini muncul pertama kali pada tahun 1950-an yang diciptakan oleh Prof. Poerwo Soedarmo, Bapak Gizi Indonesia, untuk memasyarakatkan perbaikan gizi masyarakat. 4 sehat 5 sempurna merupakan komponen yang mesti dipenuhi dalam kebutuhan pokok pangan manusia, yang terdiri dari makanan pokok, sayur-sayuran, lauk pauk, buah-buahan, dan disempurnakan dengan susu.

Sejak bayi sudah makan bubur beras, di sekolah di ajarkan 4 sehat 5 sempurna – dimana makanan pokok selalu di identikkan dengan beras/nasi. Karena alasan inilah, mengapa kita tidak akan menyebut makan jika belum makan nasi.


*)Tulisan ini juga dimuat disini




Bagikan/Simpan/Bookmarks