Auditor ibaratnya seorang fotografer, yang hanya memotret keadaan sebenarnya. Untuk itulah dia harus bersikap independen. Objek yang dipotret adalah objek yang tidak bisa dilihat oleh orang awam, akan tetapi hasil foto tersebut bisa dimengerti oleh orang awam. Hasil foto ini akan diserahkan pada orang yang memberi penugasan. Tindakan selanjutnya tergantung klien atau pihak yang berkepentingan dengan hasil foto (audit) tersebut. Apakah foto tersebut akan disimpan dalam album untuk kenang-kenangan, atau disobek karena hasilnya tidak sesuai keinginan, atau ditindaklanjuti dengan perbaikan agar pada sesi pemotretan berikutnya hasilnya jadi lebih baik.
Auditor juga bisa jadi sebagai cermin yang bisa memantulkan gambar sesungguhnya dari seorang klien yang ingin bercermin. Pada saat mereka bercermin, mereka bisa melihat dirinya dalam keadaan sebenarnya, dan auditor harus bisa memantulkan keadaan sebenarnya ini. Ketika bayangan dalam cermin tidak sesuai dengan keinginan klien, seharusnya yang disalahkan bukan cerminnya, akan tetapi objek yang bercermin.
Biasanya jika auditor menghasilkan temuan yang tidak sesuai dengan harapannya, yang dibuang cerminnya (auditornya).. alih-alih memperbaiki diri agar hasil pantulan bayangan cermin jadi lebih baik, malah tahun berikutnya si cermin tidak dipakai lagi. Dan mereka akan mencari cermin ajaib yang bisa memantulkan kondisi yang lebih baik dari keadaan sebenarnya. Ini ibarat pepatah Buruk Muka Cermin Dibuang.
Semoga hasil pantulan cerminku hari ini tidak menyebabkan cerminku dibuang oleh si pengguna.
