Sekitar 25 tahun silam, di kota Malang, Setiap kali menerima uang saku, saya senantiasa menyisihkan uang yang tak seberapa besar jumlahnya itu untuk “memanjakan diri” menonton film di Bioskop-Bioskop pinggiran yang ketika itu ramai bertebaran di kota Malang. Belum ada VCD /DVD Player yang begitu marak saat ini, justru Laser Disc Player dengan keping cakram besar atau video player VHS/Betamax yang menjadi sarana hiburan visual non bioskop dan hanya dimiliki oleh segelintir orang karena harganya masih cukup mahal. JAYA, Mulia, Garuda, KABALON, dan TENUN adalah nama gedung bioskop di sekeliling kampungku - sebuah pemukiman kaum urban di tengah kota Malang.
Menonton di bioskop kelas menengah-bawah selalu menjadi prioritas saya. Paling tidak, meski suaranya tidak menggelegar dan AC-nya tidak terlalu dingin, saya masih bisa menikmati sajian filmnya. Yang penting pas di kantong, nyaman dimata dan tentu hati jadi ikut terhibur, jadi tak masalah!. yang penting MERIAH. Perasaan bersama untuk menikmati tayangan bioskop di dalam satu ruangan adalah rasa nyaman tersendiri ketika menonton bioskop. Rasa inilah yang kini mulai terasa hilang ketika menonton sebuah film.
Semakin meluasnya bioskop-bioskop berteknologi tinggi yang mampu memberikan kenyamanan mewah dan eksklusif pada penontonnya, merebaknya peredaran VCD dan DVD Bajakan serta semakin berkembangnya teknologi 3D untuk piranti visual di rumah membuat bioskop-bioskop pinggiran kian tergerus dan akhirnya mati. Kendati demikian, kenangan dan nostalgia yang pernah saya alami menjadi memori indah yang senantiasa saya simpan dengan baik dalam hati.
Berdasarkan kegemaran tersebut, sempat terbersit untuk mengulang masa-masa itu, ketika kami sesama warga kampung janjian untuk menonton film baru yang diputar di gedung bioskop terdekat. Bersorak ramai ketika sang jagoan datang, atau bertepuk tangan ketika sang jagoan berhasil melumpuhkan musuh,... sungguh, sebuah kenangan yang manis untuk tetap bertahan di kepalaku ini.
Gayungpun bersambut, ketika seorang teman menawarkan sebuah proyektor. Segera saya kumpulkan teman-teman pemuda di kampung ini. Saya mengutarakan maksud dan ide untuk membuat layar tancap di kampung ini untuk mengenang masa-masa manis menonton bioskop.
Rupanya kawan-kawan setuju. Mereka langsung bersemangat dan segera membagi tugas. Saya kebagian menyiapkan materi tayangan, komputer, dan proyektor. Adnan mendapat tugas sebagai marketing merangkap annauncer, Fandi kebagian tugas menyiapkan layar dan soundsystem. Tak lupa, Amin si penjual Bakso kami kontak untuk mensponsori (atau lebih tepatnya menjamin konsumsi bagi panitia). Cak Rohman yang anggota Polri sebagai kepala keamanan kampung, kami kabari untuk mengawal kegiatan kami. Pak RW dan seluruh ketua RT juga kami beri tahu tentang kegiatan ini. Hasilnya, semua mendukung.... Hebohlah kampung kami.
Woro-woro yang dikumandangkan si Adnan langsung mendapat respon positif. Berkali-kali SMS masuk ke HP kami untuk sekedar menanyakan film apa yang akan diputar pada malam minggu mendatang. Kami tetap tutup mulut. Biarlah film yang akan diputar tetap menjadi rahasia panitia.
Hari Sabtu, 01 Oktober 211 tepat jam 19.30, layar sudah terkembang tepat di perempatan gang. Layar inipun seadanya, sebuah banner ukuran 6m x 4m bekas acara peringatan keagamaan beberapa waktu lalu. Musik dangdut kegemaran Fandi menjadi magnet tersendiri untuk menarik warga. Jam 20.00 proyektor, laptop, dan materi film sudah siap. Agar lebih memikat, Trailer Film Utama menjadi urutan pertama film yang akan diputar.
Dan BENAR.... warga kampung bersorak ramai.. ketika mengetahui film yang akan ditontonnya... KHUDA GAWAH.........! Sebuah film Box Office Bollywood tahun 1991 yang dibintangi Amitabh Bachan dan Sri Devi. Setelah Trailer, kami menayangkan kilas balik perjalanan dan kegiatan Jamaah Sholawat di kampung ini hingga prestasi-prestasi yang dihasilkan. Para penonton berteriak seru bahkan ada yang terpingkal-pingkal ketika mereka melihat wajah mereka sendiri dalam tayangan "Bioskop" ini.
Dan akhirnya, tepat jam 21.00 Film Khuda Gawah diputar. Kami bersorak ramai ketika sang jagoan datang, atau bertepuk tangan ketika sang jagoan berhasil melumpuhkan musuh,... dan ikut menangis ketika filmnya menyuguhkan adegan sedih. sungguh, sebuah kenangan yang terlalu manis untuk dilupakan... Sebuah kebahagiaan tersendiri ketika melihat mereka bahagia...!