Sebuah Catatan Akhir Ramadhan 1431 H
Setelah berpuasa, kita akan kembali pada fitrah kita, menjadi orang yang menang, dan menjadi orang yang taqwa. Kata-kata “menjadi” disini perlu digarisbawahi. Berpuasa sebenarnya adalah proses “Menjadi”.Hal ini berkaitan erat dengan dua jenis orientasi manusia yang digambarkan oleh Psikolog Erich Fromm. Orientasi pertama adalah “Memiliki”, sedangkan orientasi kedua adalah “Menjadi”.
Manusia modern kebanyakan berorientasi “memiliki”. Di sini ukurannya adalah pada kepemilikan benda-benda ; harta, keluarga, pekerjaan, uang, kendaraan, tempat tinggal dan lain sebagainya. Secara gampang dapat dirumuskan menjadi “Saya adalah apa yang saya miliki”.
Orientasi “Menjadi” ukuran kesuksesannya adalah pada seberapa jauh manusia meningkatkan kualitas kemanusiaannya. Karena sifatnya yang sangat internal dan abstrak, orientasi jenis ini sulit dikenali. Secara gampang dapat dirumuskan menjadi “Saya adalah Siapa Saya”
Puasa sebenarnya bukan hanya dilakukan oleh kaum muslimin. Hampir semua agama besar di dunia ini melakukan ibadah puasa, tentu dengan caranya masing-masing. Tujuan utamanya adalah meningkatkan kualitas kemanusiaan. Untuk itu ada 3 proses “Menjadi” yang harus dilalui. Dalam Islam, ketiga proses tersebut adalah Iman, Islam, dan Taqwa. Jika kita gunakan bahasa global yang dapat diterima oleh semua agama, proses “Menjadi” dimulai dari “percaya” kepada Tuhan, kemudian “berserah diri” kepada Tuhan, dan terakhir “Merasakan kehadiran Tuhan”.
Ada banyak definisi Taqwa, tetapi saya lebih berpendapat bahwa taqwa adalah merasakan kehadiran Tuhan dalam keseharian kita. Karena hanya inilah yang dapat melahirkan pribadi yang layak dipercaya dan memiliki integritas yang tinggi.
Coba kita lihat prilaku kita selama berpuasa. Kenapa kita tidak mau minum setetes airpun, padahal tidak ada seorangpun yang tahu? Karena kita sepenuhnya sadar bahwa Tuhan ada bersama kita. Kita tidak akan korupsi, jika kita merasa bahwa Tuhan ada didekat kita.
Tanpa memahami hal ini, perilaku kita akan berubah setelah bulan puasa berakhir. Hal ini persis sama dengan tayangan televisi di Indonesia. Selama bulan puasa, semua artis dan program acaranya tampil sopan, dan religius. Seakan mereka berlomba menunjukkan bahwa dirinyalah yang paling bertaqwa. Namun, seiring berlalunya Ramadhan, tayangan tersebut kembali pada sifatnya yang menghibur, dengan segala cara termasuk mengumbar aurat, tayangan yang tidak mendidik, gosip, dan semua hal yang kebanyakan bertentangan dengan syariat agama. Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa pelakunya masih berorientasi “Memiliki”.
Pada saat bulan puasa, anda bersabar ketika antrian anda diserobot orang lain, namun setelah puasa anda balas menyerobot antrian orang lain. Ini berarti anda hanya “Memiliki” kesabaran, namun anda belum berhasil “Menjadi” orang yang sabar.
Anda tidak pernah berbohong pada saat bulan puasa, akan tetapi kembali berbohong pada bulan berikutnya. Itu artinya anda “Memiliki” kejujuran, namun Anda belum “Menjadi” orang yang Jujur.
Inilah perbedaan mendasar antara “Memiliki” dan “Menjadi”.
Puasa yang berhasil adalah yang melahirkan orang yang taqwa, yaitu orang yang telah “Menjadi” taqwa dan tak sekedar “Memiliki” ketaqwaan. Merekalah orang-orang yang “Berpuasa” sepanjang tahun.
Akhir kata, Selamat Idul Fitri 1431 H - Minal Aidin Walfaidzin; Semoga kita termasuk orang-orang yang kembali dan menang - Mohon maaf lahir dan batin.