Topik kampanye untuk membenci Malaysia semakin gencar. Tak hanya di Situs Social semacam Twitter, Facebook, dan lainnya. Tindakan Malaysia dalam iklan wisata yang memamerkan Tari Pendet cukup memicu reaksi sentimentil nasionalisme berbangsa dan bernegara.
Bahkan, di jagad web saya menemukan sebuah situs yang bernama www.malingsia.com Dalam situs ini banyak postingan yang berhubungan dengan Tindakan Malaysia. Bahkan terdapat polling khusus pilihan nama yang tepat bagi Malaysia.
Dengan tidak mengurangi rasa hormat saya pada pembuat situs tersebut, menurut saya tujuan pembuat situs ini hanya untuk menarik sebanyak mungkin pengunjung agar melihat iklan yang ditayangkan dalam situs tersebut. Bahkan situs itu jualan kaos (t-shirt) Malingsia. Cukup cerdik untuk memancing di air keruh.
Lain lagi dalam sebuah topik diskusi di Facebook, ada sebuah topik yang berjudul "Indonesia sama aja dengan Malaysia". Si pembuat topik diskusi berpendapat bahwa Indonesia tak lebih baik dari Malaysia. Indonesia adalah gudangnya produk bajakan. jadi kenapa harus risih ketika budaya Indonesia dibajak oleh Malaysia. Kurang lebih begitu opini si pembuat topik tersebut. Otomatis, topik tersebut mendapatkan respon bertentangan dari hampir semua anggota Group.
Bagi saya, apa yang dilakukan oleh pihak Malaysia dalam hal penayangan iklan budaya dengan memasukkan tari pendet ke dalam materi iklannya adalah sah-sah saja.
Namanya juga iklan, dimana tujuan utama dari sebuah iklan menarik sebanyak mungkin orang untuk menggunakan/membeli produknya. Meskipun sebenarnya tari Pendet adalah budaya Indonesia, yang akan merasa ditipu adalah konsumen.
Pernahkah anda lihat iklan Operator selular yang menawarkan tarif 0,00000...1/detik? atau iklan permen yang ketika si bintang iklan memakannya langsung beku dan serasa di gunung Fujiama? atau Iklan KFC yang menawarkan Ayam Goreng Pedas.. atau Iklan MCDonald yang menawarkan Burger Ayam, padahal di negara asalnya tidak ada jenis burger dari ayam atau ayam goreng rasa pedas. Bagi saya, iklan-iklan ini sama dengan iklan budaya yang dibuat Malaysia untuk manarik wisatawan ke negaranya.
Coba anda perhatikan ribuan iklan di website yang menawarkan penghasilan pasif perhari hingga satu juta (termasuk di blog ini... he...he...he...he..), Apakah anda percaya dengan iklan tersebut?
Ini hanyalah bentuk kreatif para pembuat iklan.
Berbeda dengan pelanggaran batas teritorial yang sudah jelas dan pasti, Penindansan WNI yg jadi TKI di Malaysia. Untuk jenis tindakan ini memang harus ditumpas habis.
Setidaknya melalui kasus Tari Pendet, Indonesia bisa belajar banyak untuk lebih peduli dan lebih kreatif dalam mempromosikan, menjaga, dan melestarikan Budaya Indonesia Tercinta ini. Merdeka