April 2, 2013

Madura Move On - #ELM

Pemandangan yang paling mengerikan bagi orang Madura adalah Film Transformer. Karena dalam film tersebut, robot-robot itu bertempur hingga pecahan besinya kemana-mana. Saya tanya dimana lokasi syutingnya itu, katanya di Amerika, tapi gak tau di kecamatan apa. Karena saya akan mengirim tiga pleton pasukan rombeng ke sana....
Masih terngiang penampilan Perdana Aditya Muslim, Comic asal Madura dalam acara Stand Up Comedy Indonesia Session 3 di Kompas TV. Saya suka sekali menonton Stand Up Comedy yang pertama kali dipopulerkan MetroTV. Station TV ini berhasil menanamkan imej bahwa Stand Up Comedy adalah "komedi cerdas". Dan acara ini menjadi populer, entah karena lucu, entah karena penontonnya ingin dianggap cerdas. Tapi yang pasti, saya mendapat hiburan, tertawa bahkan sampai ngakak guling-guling, sekaligus menjadi mikir tentang sentilan yang dilontarkan oleh para comic yang tampil.

Sampai suatu saat, saya secara tidak sengaja menonton Stand Up Comedy Indonesia Session 3 yang digelar oleh Kompas TV. Saat itu masih babak 13 besar. Ketertarikan saya karena ada salah satu peserta yang berasal dari Madura; Aditya Muslim. Kenapa? Pastilah alasan utamanya karena dia berasal dari Madura. Ini alasan pertama saya ketika itu.

Tapi saya mencoba untuk objektif. Sejak itu, saya berburu penampilan Muslim saat dia audisi hingga penampilan terakhirnya di Youtube. Dan saya merasa senang sekaligus terhibur. Selama ini, saya selalu menyaksikan tokoh Madura baik di sinetron maupun film yang diperankan secara sangat kaku dan bukan oleh orang Madura. Dan saya muak melihat hal itu. Karena pemeran tokoh asal Madura itu hanya bisa menirukan gaya bahasa Madura yang kentara sekali dibuat-buatnya... tak jauh dari Bo-abbo.. Tak iya .. dan penjual sate atau rujak. Dan itu terlihat bodoh sekali di mata saya.

Bersyukur sekali saya ketika akhirnya hadir tokoh comic yang menyebut dirinya Comic Madura Move On; Aditya Muslim. Orang asli Madura, membawa tema komedi ala Madura, dengan logat Asli Madura, sekaligus mengangkat budaya Madura dalam konteks kekinian, tanpa lupa mengungkapkan fakta realita masyarakat dalam kritik sosial yang cerdas dan membangun. Dan yang paling membanggakan, komedinya benar-benar lucu.

Jembatan Suramadu itu adalah jembatan terpanjang di dunia...#hening......... Masa pengerjaannya.... #Pecahlah tawa penonton.
Bagaimana dengan Comic yang lain? Bagi saya semuanya lucu, mempunyai ciri khas tersendiri, dan sangat beragam jika dilihat dari asal daerahnya. Tak hanya dari Jakarta dan Bandung saja, Batak, NTT, Jawa, Madura, bahkan dari Inggris juga ada. Tak hanya daerah, bahkan SUCI#3 menghadirkan peserta dari berbagai profesi, yaitu POLRI (Ferry), Perawat (Muslim), Guru (Allison), dan sebagian besar mahasiswa.

Mengikuti perjalanan Muslim Dari Gala Show 1 hingga Gala Show ke-8, penampilan Muslim sangat konsisten dengan kelucuannya, kritik sosialnya, bahkan jargon-jargon khas Jawa Timuran menjadi sangat populer karena Muslim. "Asolole Jossss.." dan suara tawa para penontonpun cetar membahana. Tak heran jika akhirnya Muslim memiliki fans yang menyebut dirinya #Tretan Muslim dan #Everlasting Muslim (ELM). Dan Muslim sukses menjadi kontestan yang paling banyak ditunggu penampilannya.

Sayang beribu sayang, penampilan Muslim berakhir di babak 6 besar. Dia harus Close Mic oleh penilaian juri yang menganggap kemasan komedinya kurang rapi. Sebagai seorang penggemar Muslim, sekaligus Orang Madura, tentu saya sangat kecewa. Entah apa yang ada di benak para dewan juri yang terhormat hingga mengeliminasi seorang Muslim. Dan pertanyaan serupa di ajukan oleh ratusan, bahkan ribuan penonton SUCI#3. Hal ini terlihat dari banyaknya ungkapan ketidakpuasan, pertanyaan, bahkan hujatan oleh penonton kepada Dewan Juri. Coba lhat di Facebooknya SUCI#3 disini.

Ahh.. sudahlah... basi. Andapun pasti menilai saya tidak objektif ketika saya melontarkan kekecewaan ini. Tapi saya masih merasa cukup cerdas untuk menilai kualitas Stand Up Comedy ini, karena selain sisi subyektifitas, pekerjaan saya menuntut saya untuk bekerja secara profesional dan bersikap independen, hingga saya terbiasa untuk bersikap objektif, logis, dan berterima umum.