July 31, 2011

Jam'iyah Hadrah Ar-Rohman

Sore itu jam 16.00 tepat di depan Stasiun Kotabaru Malang. Sebuah panggung besar ukuran 10 x 6 meter dengan background yang bertuliskan “Gebyar Seni Hadrah Al-Banjari se-Jatim”. Arus lalu lintas terpaksa dialihkan dari jalur yang tertutup panggung. Acara ini digelar dalam rangka peringatan hari jadi Koran lokal di kota Malang.

Lima peserta lomba sudah tampil. Sebentar lagi nomor urut 06 harus tampil setelah jeda istirahat. Kelompok kami, Jam’iyah Ar-Rohman nomor urut 10 masih belum tampak hadir di lokasi lomba. Aku yang bertugas di lapangan untuk memantau situasi dan kondisi jalannya gelaran ini mulai gelisah. Kucoba menelpon official tim yang lain, untuk mengingatkan bahwa dalam 1 jam ke depan, tim ini harus tampil.




Jam’iyah Ar-Rohman mungkin satu-satunya peserta dalam acara ini yang sedikit berbeda. Sebagai kumpulan /jamaah sholawat, Ar-Rohman terbentuk bukan dari golongan orang-orang agamis, mantan santri, atau aktivis keagamaan. Anggota Ar-Rohman adalah kumpulan orang-orang pinggiran, masyarakat urban kaum miskin kota. Profesi mereka sehari-hari adalah tukang parker, kuli, pedagang asongan, dan juga pengangguran. Rata-rata mereka memiliki masa lalu kelam sebagai masyarakat urban.

Sebelum terbentuknya kelompok ini, hamper semua Jemaah adalah mantan pemabok, penjudi, dan preman. Itu dulu… 10 tahun yang lalu. Secara perlahan, kehidupan mereka berubah. Mabuk dan judi sudah lama ditinggalkan.

Kini kegiatan senggang mereka adalah berkumpul, diskusi, dan latihan menabuh hadrah/rebana untuk melestarikan budaya sholawat dan kesenian. Setiap seminggu sekali, secara bergiliran di rumah-rumah anggota yang hanya 35 orang ini berkumpul untuk membaca sholawat. Sesekali diselingi music hadrah untuk memeriahkan acara sekaligus unjuk kebolehan bagi masyarakat sekitar. Tak jarang juga kelompok ini di undang untuk memeriahkan acara pernikahan atau khitanan warga. Kelompok ini adalah contoh konkrit sebuah perubahan, sebuah hijrah dari masa-masa suram dalam kehidupan anggota-anggotanya.

Kembali ke acara “Gebyar Seni Hadrah Al-Banjari se-Jatim”, tepat jam 16.50 semua anggota kelompok telah hadir dan siap tampil untuk menghibur sekaligus berkompetisi dengan peserta lainnya. Dan inilah penampilan mereka….



dan inilah penampilan lainnya.. :D


Bagikan/Simpan/Bookmarks


July 9, 2011

So what gitu, loh ???????

Tags
Telpon putus kami ganti”

Sebuah kalimat iklan yang tentunya anda semua tahu, operator mana yang melancarkan iklan tersebut. Kalimat singkat yang bisa ditafsirkan sebagai bentuk rasa tanggungjawab operator selular kepada pelanggan, sekaligus juga serangan balik terhadap saingan. Cukup kreatif sebagai sebuah kalimat provokatif.

Tetapi, saya tidak ingin berbicara tentang iklan atau perang iklan antar operator seluler. Biarlah urusan iklan ataupun perang iklan menjadi urusan masing-masing operator seluler. Yang ingin saya angkat adalah kalimat “Telpon Putus Kami Ganti”.

Pada kalimat tersebut, seolah-olah (menurut saya) operator sangat baik sekaligus arogan pada saat yang bersamaan. Mengapa arogan? Iya, arogan sekali.. memangnya setelah telpon terputus dan operator mengganti pulsa, urusan jadi selesai???

Tentu kita semua sepakat akan merasa sangat terganggu ketika menelpon tiba-tiba putus. Saya dan juga anda menggunakan layanan operator selular adalah untuk berkomunikasi. Tingkat loyalitas anda terhadap layanan operator selular adalah saat berkomunikasi lancar, nyaman, dan tentu saja murah, dimanapun anda berada.


Ketika telepon sering putus.. apakah anda nyaman???? Tentu kita sepakat jawabannya adalah TIDAK.

Ketika komunikasi telepon sering putus dan mendapat ganti pulsa dari operator… apakah tingkat ketidaknyamanan anda berubah serta merta menjadi nyaman ????? jawabannya bisa berbeda, tergantung individu.

Meski seandainya dalam satu kesempatan komunikasi.. tiba-tiba sambungan terputus hingga berkali-kali, lalu anda mendapat penggantian sesuai janji operator,.. apakah urusan anda jadi selesai dengan lawan bicara anda???

Nelpon lagi… putus lagi… ganti lagi…….. (katakanlah sampai 10x)

Cape deh………

Saya pribadi membeli pulsa atau membayar tagihan telepon saya setiap bulan adalah untuk berkomunikasi secara lancar, nyaman (tanpa putus), dan bisa dimana saja. Saya tidak perlu penggantian pulsa karena telpon terputus. Yang saya butuhkan adalah kenyamanan. Harusnya dari tim evaluasi layanan operator tersebut melakukan penelitian ini sebelum melancarkan iklan provokatif.



Bagikan/Simpan/Bookmarks