August 30, 2010

RESAH

Tags
Pada saat chating dengan seorang teman, aku di tanya apakah yang membuatmu resah?. Aku sendiri tidak tahu, apa yang menjadi keresahanku. Atau lebih tepatnya aku tidak tahu apa perasaan ku saat itu. Resah, gelisah, atau marah. Terlalu banyak permasalahan dalam hidup dan kehidupanku yang aku sendiri tidak tahu harus menyikapinya bagaimana.

Haruskah aku resah, karena barang kebutuhan yang terus melonjak menjelang lebaran ini? Bukankah harga barang berkorelasi dengan penawaran dan permintaan? Ketika permintaan barang naik pada saat Ramadhan dan lebaran, adalah wajar harga ikut terangkat karena suplai barang kebutuhan relatif tetap. Semua produsen berlomba memperkosa masyarakat dengan iklannya yang hadir dalam berbagai bentuk untuk mempengaruhi minat belanja. Tak tahukah mereka bahwa apa yang dilakukannya itu tak lebih dari sekedar menjual Ramadhan yang Suci. Sementara itu, anak-anak tahunya harus pakai baju baru saat lebaran tiba....

Atau karena maraknya perampokan yang semakin berani di negeri ini? Tidak, aku tidak punya apa-apa untuk dirampok. Hidupku saja masih jauh dari dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar sebagai manusia. Mungkin ini hanyalah peringatan Tuhan bagi orang-orang kaya yang tidak melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai orang kaya. Sementara di pihak lain, ada sebagian orang yang sudah tidak bisa menunggu jawaban atas do’anya agar bisa bangkit dari kemiskinan. Bisa juga ini bukti tak terbantahkan bahwa sistem keamanan di Republik ini masih lemah. Aparat keamanannya masih sibuk saling sikut untuk memperkaya diri sendiri... sehingga ketika terkuak rekening liarnya yang membludak besar, malah sibuk saling menuding dan menyelamatkan diri.
Kapan akan memikirkan keamanan masyarakatnya?


Haruskah aku marah kepada Wakil Rakyat yang telah terpilih setahun yang lalu, tapi belum bisa berbuat apa-apa selain menghabiskan anggaran dan tidur di saat sidang? Padahal, hampir 70% lebih Anggota Dewan yang sekarang adalah orang-orang baru, namun mereka tidak mampu membawa perubahan yang signifikan dalam tubuh anggota Dewan.

Atau haruskah aku marah karena ketidak tegasan pemerintah kita terhadap Malaysia yang telah dengan seenaknya menjarah isi peraiaran negara kita, mengakui budaya kita, dan menyiksa para TKI kita? Entah apa pertimbangan pemerintah kita sampai seolah tidak terjadi apa-apa, meski demo Ganyang Malaysia terjadi dimana-mana di muka bumi Indonesia Raya Tercinta ini.

Haruskah aku tertawa melihat aturan tentang larangan menerima parcel bagi PNS? Bagaimana jika parcelnya di ubah menjadi cek atau transfer uang ke rekening? Dapatkah aturan itu melacak parcel dalam bentuk ini?

Atau haruskah aku malu karena Putri Indonesia yang dikirim ke ajang Miss World lagi-lagi gagal karena tidak bisa berbahasa Inggris...? Padahal sudah di bela-belain memperlihatkan auratnya ke seluruh dunia. Bahkan 10 besarpun tak masuk.

Sebuah pertanyaan yang sederhana dari seorang teman , namun memerlukan jawaban yang tak sesederhana pertanyaannya. Terima kasih.








Bagikan/Simpan/Bookmarks


August 23, 2010

Awas! Perkosaan terjadi dimana-mana........!

Perkosaan asal kata dari perkosa, yang berarti pemaksaan kehendak oleh satu pihak kepada pihak lain. Disini terdapat dua pihak, dimana pihak pertama lebih berkuasa untuk memaksa, dan pihak kedua tidak mempunyai kuasa untuk menolak kehendak pihak kedua. Yang bisa dilakukan oleh pihak kedua hanya bisa melawan sekuat tenaga, minimal menjerit sejadi-jadinya.

Upsh, Jangan berpikiran kotor dulu, kenapa saya ingin melontarkan uneg-uneg ini. Saya tidak bermaksud mengajak anda untuk berpikir kotor, apalagi di bulan puasa ini. Tapi, saya hanya ingin menggugah kepedulian kita semua atas nasib KITA.

KITA?

Yah, Kita. Saya dan anda yang membaca tulisan saya ini. Termasuk pendamping setia saya yang sekarang menemani saya menulis catatan saya ini. Juga termasuk anak-anak saya yang sekarang telah tertidur lelap, yang tanpa sadar pikirannya telah diperkosa oleh pihak-pihak yang mempunyai kuasa untuk memperkosa.

Sadarkah anda ketika anda melihat sekeliling anda, Anda telah diperkosa oleh IKLAN.

Dalam berbagai bentuk, iklan telah sukses tak terbantahkan memperkosa ruang publik kita, bahkan ruang privasi kita sekalipun. Di setiap sudut kota, kampung, dan di dalam kamar pun anda dipaksa untuk melihat iklan. Bahkan, di Handphone yang anda pegang... anda terpaksa menerima sms iklan.

Apakah iklan tersebut anda inginkan? Tentu tidak. Mengapa mereka bisa hadir di setiap sudut pandangan kita? Karena mereka memiliki kekuasaan untuk memaksa kita melihat iklan tersebut. Jika anda tidak menginginkan untuk melihat iklan tersebut, namun iklan-iklan itu tetap hadir dalam kehidupan anda, artinya Iklan telah sukses memperkosa anda.

Memang, tujuan dari iklan adalah untuk memberikan informasi produk kepada konsumen dan calon konsumen. Diharapkan, dengan penyampaian yang terus menerus hingga menguasai ruang publik calon konsumen, iklan dapat memberikan auto sugesti kepada calon konsumen ketika dihadapkan pilihan untuk membeli suatu produk atau layanan.

Namun, ketika iklan telah memasuki ruang privasi calon konsumen, menurut saya ini sudah sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Iklan yang saya maksudkan adalah iklan yang hadir melalui sms di pesawat Hand Phone. Ini yang saya anggap telah melanggar hak asasi manusia.

Ketika saya sedang tidur nyenyak, tiba-tiba HP saya berbunyi hingga membangunkan saya dari keterlelapan. Karena datangnya sms di tengah malam, saya pikir itu pesan yang sangat penting, maka saya terpaksa bangun untuk sekedar melihat isi pesan. Betapa kesalnya saya, ketika saya baca ternyata hanya sebuah iklan untuk mengikuti layanan RBT dengan iming-iming hadiah jutaan rupiah.

Jika hanya sekali, mungkin saya menganggap itu hanya sms iklan yang terlambat masuk ke HP saya, namun jika terjadi berkali-kali, ini bukan lagi ketidak sengajaan, namun sudah diniati oleh operator Telepon selular untuk memasuki ruang privasi saya. Saya merasa telah dilangkahi hak-hak privasi saya.

Jika anda mengalami hal yang seperti saya alami, berarti saya tidak sendiri. Perlu sebuah Class Action untuk menghentikan kebiadaban para pemasang iklan ini.






Bagikan/Simpan/Bookmarks


August 7, 2010

Ketika Sarung Dianggap Merusak CITRA

Tags
Pemerintah Kabupaten Bangkalan, Madura melarang kepala desa memakai sarung saat jam kerja. Alasannya adalah pemakaian sarung dianggap akan memberikan citra buruk bagi korps pegawai. (Surya, 07/08/2010).

Citra Buruk? Hanya karena memakai sarung?

Menurut Wikipedia ; Sarung merupakan sepotong kain lebar yang dijahit pada kedua ujungnya sehingga berbentuk seperti pipa/tabung. Ini adalah arti dasar dari sarung yang berlaku di Indonesia atau tempat-tempat sekawasan. Dalam pengertian busana internasional, sarung (sarong) berarti sepotong kain lebar yang pemakaiannya dibebatkan pada pinggang untuk menutup bagian bawah tubuh (pinggang ke bawah).

Konon, sarung menjadi simbol perlawanan rakyat Jawa Timur terhadap Belanda yang terbiasa mengenakan baju modern seperti jas. Hingga kini, pemakai sarung identik dengan orang Madura.


Seiring perkembangan jaman, sarung telah menjadi bagian dari identitas Muslim di Indonesia. Bahkan, sarung juga identik dengan santri yang “mondok” di pesantren. Hampir di semua pesantren tradisional, para santri memakai sarung untuk semua kegiatan belajar mengajar, maupun aktivitas sehari-hari, termasuk selimut untuk tidur.

Selain digunakan untuk ibadah, sarung sangat nyaman dikenakan saat menjalankan berbagai aktivitas. Bentuknya yang seperti pipa besar, sangat mudah di modifikasi saat dipakai. Anda cukup mengalungkan sarung di pundak (mirip si Unyil), atau diikatkan di pinggang, bahkan juga bisa dijadikan topeng ala ninja… selain itu, saat mencuci sarung lebih mudah dibanding mencuci pakaian sejenis Celana, apalagi yang berbahan Jeans. fleksibilitas sarung inilah yang menjadi alasan kenapa hampir semua orang di Jawa Timur, khususnya Madura lebih suka mengenakan sarung dalam beraktivitas.

Kalau berbicara masalah “citra”, apakah benar pemakaian sarung oleh kepala desa di Bangkalan Madura akan memberikan citra buruk bagi korps pegawai? Pernyataan ini harus dikaji dulu sebelum disimpulkan.
Menurut saya, tidak ada korelasi antara pakaian kerja dengan kinerja seseorang pada saat bekerja. Justru, ketika kita merasa nyaman dengan apa yang kita pakai, kenyamanan ini akan memberikan kontribusi positif terhadap kinerja kita.

Pernah suatu ketika, saya bekerja pada perusahaan asal Canada, manajemennya tidak pernah mempermasalahkan pakaian kerja. Pakai kemeja, T-shirt, Celana Pendek, atau apapun gak masalah, yang penting kerjaan selesai pada waktunya.

Kembali ke masalah Sarung, Citra, dan Korps Pegawai, usut punya usut penyebab larangan menggunakan sarung tidak ada hubungannya dengan sarung. Sebab utamanya hanya karena Kepala Desa menerapkan “sistem administrasi jalanan”. Disebut demikian karena kemana-mana kepala desanya membawa stempel. Hal itu dilakukan untuk memudahkan administrasi. Jadi, tujuan membawa stempel sebenarnya untuk memberikan pelayanan prima bagi warga desanya. Apakah ini salah? Selama stempel tidak disalahgunakan, ini bukan kesalahan.

Aturan pelarangan penggunaan sarung bagi kepala desa di Kabupaten Bangkalan menurut saya tidak tepat. Masalah citra korps pegawai tidak serta merta akan membaik jika kepala desa tidak menggunakan sarung saat jam kerja. Citra Korps Pegawai akan baik jika para pegawai telah memberikan pelayanan publik yang prima bagi warga masyarakat, dan tidak KKN.

Semoga aturan itu dikeluarkan bukan atas dasar pepatah plesetan “jangan salahkan bunda mengandung, salahkan bapak yang pakai sarung”.


Bagikan/Simpan/Bookmarks